Sinopsis dan Review Penyalin Cahaya (2021): Pelecehan Seksual dan Topeng Baik Orang Kaya

Film ini rame banget ditonton oleh teman-teman saya. Tapi saya baru nonton pada pertengahan 2022, saat sedang uring-uringan. Bukannya saya pengangguran gak ada kerjaan. Tapi gak ada gairah aja. Padahal ada 2 buah report yang belum kelar. Belum lagi bikin beberapa printilan proyek "passion" demi bisa dapet cuan tambahan. Maklum, masih jadi rakyat jelata yang kudu kerja keras biar bisa hura-hura. Masih merangkak ke atas. Sama kayak rakyat-rakyat jelata yang dikisahkan dalam film ini, yang perlu kerja keras dalam mencapai tujuannya.

Pemeran Penyalin Cahaya (2021)

  • Shenina Syawalita Cinnamon sebagai Suryani
  • Lutesha sebagai Farah
  • Chicco Kurniawan sebagai Amin
  • Dea Panendra sebagai Anggun
  • Jerome Kurnia sebagai Tariq
  • Giulio Parengkuan sebagai Rama Soemarno
  • Ruth Marini sebagai Yati (Ibu Sur)
  • Lukman Sardi sebagai Ayah Sur
  • Yayan Ruhian sebagai Ayah Rama
  • Donny Damara sebagai Ketua Dewan Beasiswa
  • Rukman Rosadi sebagai dekan ilmu komputer
  • Khiva Iskak sebagai dewan ketua etik
  • Hanna V Manihuruk sebagai dosen MIPA
  • Adipati Dolken sebagai pegawai layanan pelanggan NetCar
  • Landung Simatupang sebagai Burhanuddin
  • Tanta Ginting sebagai pengacara Rama
  • Mian Tiara sebagai Bidan Siti

Sinopsis Penyalin Cahaya (2021)

Film Penyalin Cahaya atau Photocopier ini mengangkat isu pelecehan seksual.

Tokoh utamanya adalah Suryani atau Sur yang merupakan anak baru di komunitas teater Mata Hari. Di komunitas itu, dia berperan sebagai web developer. Komunitas ini baru saja mendapatkan penghargaan dan akan berangkat ke Jepang. Untuk merayakan kemenangannya, komunitas itu mengadakan pesta di rumah Rama, yang berperan sebagai penulis di komunitas tersebut.

Sur datang ke pesta itu juga karena ada tawaran bikin website oleh orang tua Rama.

Berawal dari pesta harom

Sur minta ditemenin sama sahabatnya sedari kecil, Amin. Sur membujuk Amin untuk menemaninya sampai jam 8 saja. Akhirnya Amin mau. Sebelum berangkat, ayah Sur berpesan agar tidak minum. Namun, saat pesta, Sur tidak bisa menolak untuk minum. Pertama, (mungkin) karena segan dengan Anggun, sang sutradara di teater yang baik padanya. Kedua, seperti tidak bisa menolak saat main medusa. Sur menikmati pesta. Pada pukul 8, Amin mengajaknya pulang, tapi Sur tidak mau. Akhirnya Amin pun meninggalkannya di rumah Rama.

Sudahlah jatuh, ketimpa tangga. Sudahlah beasiswa ditahan, diusir pula

Keesokan harinya, Sur bangun kesiangan di kamar rumahnya yang sederhana. Hari itu ada evaluasi beasiswa. Bapaknya yang menunggu di ruang depan (warung makan, sih lebih tepatnya), sedang murka kenapa anaknya bisa mabok. Sur lari ke kampus, mengabaikan bapaknya. Apa daya, selain telat, gak sempat ganti baju hitam-putih, foto-foto Sur yang mabok sudah tersebar di sosmed miliknya. Sur tidak terima begitu saja. Ia berusaha membela diri. Sayangnya, ia tak punya bukti untuk mendukung argumen bahwa ia sudah dikerjai. Ia yakin sekali sudah dikerjain karena manset yang ia pakai di dalam kemeja jadi terbalik, mereknya ada di bagian depan. Di rumah, ibu Sur baru saja menerima surat mengenai masalah beasiswa ini. Bapaknya yang juga sedang berang itu mengusirnya dari rumah. Tas berisi pakaiannya sudah disiapkan. Tinggal angkat kaki.

Investigasi demi Investigasi

Sur mengungsi di tempat Amin, yaitu di lantai 2 warung fotokopi, yang tempatnya juga di kampusnya. Di sana ia mencari bukti-bukti dengan meretas file anak-anak teater yang mencolokkan flashdisk ke komputer di tempat fotokopi Amin. Bersama Anggun, ia juga pergi ke kantor NetCar, yaitu taxi online yang mengantarnya pulang.

Saat bukti yang terkumpul masih setengah, ia yakin bahwa Tariq adalah pelakunya, karena berdasarkan video-video instastory yang diupload teman-teman teater saat pesta, ia melihat Tariq mengantongi obat di dalam saku bajunya.

Rama mengusulkan untuk datang ke rumahnya, melihat CCTV. Berdasarkan CCTV, ia melihat bahwa tak ada yang menghampirinya di atas sofa dan membajak ponselnya. Soal obat yang ada sama Tariq, itu obat dari psikiater. Ternyata Tariq punya masalah psikologis.

Sur tidak puas. Sampai suatu saat ia menemukan kejanggalan dari file-file yang dia retas dari anak-anak teater, termasuk Farah yang sudah jadi mantan anak teater. Juga, atas video dari CCTV yang memperlihatkan Rama yang keluar rumah setelah pesta. Rama bilang ia akan mengambil foto milky way untuk instalasi. Sementara berdasarkan info dari Amin, malam itu sedang hujan. Foto milky way di instalasi itu pun tampak seperti tanda lahir yang ada di punggungnya. Juga keganjilan pada foto patung yang Sur temukan saat meretas file milik Rama. Sur mengatakan hal ini kepada Farah, meminta dukungannya, karena ternyata salah satu foto di instalasi itu mengambil foto tato di punggung Farah. Tapi Farah tidak mau membantu. Ia juga marah karena mengetahui bahwa Sur telah meretas file miliknya. Ia minta bantuan tim penyelidik.

Sayang, informasi ini bocor. Pihak kampus ingin jalan damai. Rama yang membawa pengacara pun meminta Sur minta maaf, atau ia akan dituntut atas tuduhan pencemaran nama baik.

Melihat video permintaan maaf Sur, Farah jadi esmosi. Akhirnya Farah menghubungi Sur, dan mendatanginya, bersama dengan Tariq, yang ternyata juga telah "menyumbang sebuah seni" dari tubuhnya untuk instalasi di teater.

Mereka mencari bukti dari sopir NetCar yang mengantar Sur pulang, yaitu pak Burhan. Ternyata foto patung (yang mengundang tanda tanya) itu dikirim oleh Burhan. Jadi, ini lah alasan kenapa bisa segitu lamanya di jalan saat mengantar Sur pulang. Burhan bilang, bannya bocor. Di kantor NetCar, ia mengaku di titik dekat patung itu ia mengganti ban. Ternyata, di titik dekat patung itulah malam itu Rama bertemu Burhan untuk memotret "milky way" di punggung Sur.

Tidak mudah mengambil bukti ini dan melaporkannya pada polisi, karena Rama ini geraknya cepat disokong oleh Burhan yang siap siaga dengan ponselnya. Bukti yang berada di ponsel Burhan pun telah dihanguskan, dibakar oleh Rama.

Akhirnya, bermodal fotokopi Amin yang diberi nama Amelia itu, Sur dan Farah memfotokopi bukti-bukti dan tulisan berisi catatan atau curahan hati mereka. Dari rooftop gedung itu (yak, Amelia dibawa naik ke atas), mereka melemparkan kertas-kertas fotokopian tersebut. Anak-anak kampus mengambil kertas-kertas itu. Sementara beberapa anggota teater lainnya (yang juga jadi korban) bergabung dan ikut mencurahkan isi hatinya, lalu memfotokopi, dan menyebarkan kertas-kertas itu.

Anggun yang saat itu berada di dekat Rama pun menjambret rambut Rama.

Kesan Menonton Penyalin Cahaya (2021)

Satu kata dari saya yang awam: Seni! Film ini berasa banget seninya. Bukan karena isinya tentang komunitas teater, tapi soal pembawaan ceritanya yang kompleks.

Saya mengabaikan soal betapa melek teknologi nya si Sur ini. Ilmu IT saya belum setinggi itu. Saya memilih untuk percaya saja bahwa retas meretas yang dilakukannya itu masuk akal.

Orkay mah bebas

Meski saya sempat juga menaruh curiga pada Rama dengan tuduhan awam: orang yang tampak luarnya baik, belum tentu isinya juga baik. Meski siapapun bisa jadi pelakunya sih. Walaupun saya curiga sama Rama, tapi saya nggak yakin yakin amat pun.

Saya sempat kagum juga sama ortunya Rama itu, baik banget! Kebaikannya tetep masih bisa dicontoh banget, tapi liciknya jangan sampai.

Analogi fogging juarak

Terus juga fogging-foggingan DBD juga ternyata ada maknanya! Betapa orkay bisa memonopoli rakyat. Dari bungkus yang tampak menyelamatkan itu, sebenarnya mereka tertawa atas kelicikan yang mereka buat di belakang, seolah menyembunyikan diri dari dosa. Sementara masyarakat jelata merasakan gimana sesaknya berada dalam asap-asap itu.

Amin, Amelia, dan manusia sakit jiwa

Peran Amin gede juga sih dalam hal ini (Chicco Kurniawan sampai menang FFI 2021 sebagai pemeran utama pria terbaik). Di warung fotokopinya, Sur mengumpulkan bukti melalui komputer-komputer di sana, tempat anak-anak teater mencolokkan flashdisk untuk ngeprint. Mesin fotokopinya yang mencetak tanda lahir di punggung Sur. Akhirnya, mesin fotokopi bernama Amelia itulah yang menyalin bukti-bukti yang diserakkan di kampus.

Semua karakter di film ini kayak manusia biasa. Bisa emosi, bisa sabar. Bisa baik, bisa jahat.

Bisa-bisanya Amin ternyata selain jualan skripsi (sempat tobat), tapi juga jualan foto-foto selfie orang-orang seperti ke Rama. Ngeri juga pencurian data itu ya. Di samping itu, ada banyak orang sakit mental di dunia ini yang healing dan mencari inspirasi dari foto orang-orang. Jangankan itu, kita aja yang ngerasa normal juga sering bahagia ngeliat potret-potret artis pujaan. Bahkan sampai jadi profil pic, pasang poster, pasang wallpaper, sampai ngehalu jadi kekasih mereka. 

Saya pun ingin mengucapkan, memang Rama itu sakit jiwa! :)

Performa pemain Penyalin Cahaya

Menurut saya, akting mereka nggak ada yang ngeganjel sih.

Sempat ngerasa wow saat melihat Adipati masuk film juga, tapi ngambil peran sebagai officer di NetCar, peran yang porsinya kecil ajah, tapi jadi orang biasa, bukan orang yang tampak keren apalagi tokoh utama.

Lutesha cantik ey di sini. Soalnya sebelumnya saya lihat dia di film Bebas, saya mikir ini cantiknya dimana kok bisa digambarkan sebagai yang paling cantik di geng Bebas itu? Mungkin jiwa seni saya saat itu lagi padam aja. Karakter favs saya nih! Bukan favs karena luarannya cantik aja ya, tapi karena sikapnya itu lho.

Penghargaan film Penyalin Cahaya

Gak heran film ini bisa dapat penghargaan Festival Film Indonesia 2021 dengan sejumlah catatan kemenangan: Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik (Wregas Bhanuteja), Pemeran Utama Pria Terbaik (Chicco Kurniawan), Pemeran Utama Perempuan Terbaik (Shenina Syawalita Cinnamon - nominasi), Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Giulio Parengkuan - nominasi, oh i dont hate u Giulio, walau ngeselin, tapi terimalah nasib sebagai nominasi, sudah keren sih itu) & Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Jerome Kurnia - memang menyentuh emosi penonton kamu ya, Jer), Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik (Dea Panendra - nominasi), Penulis Skenario Terbaik (Wregas Bhanuteja), dan sederet lainnya. Lihat di wikipedia aja ya.

Oh dan juga menang di Festival Film Tempo 2021 sebagai Film Pilihan Tempo, Sutradara Pilihan Tempo, dan Skenario Pilihan Terpilih.

Begitulah,

Film ini memang mengangkat isu pelecehan seksual: Bagaimanapun, kita mesti mendengarkan korban.

Di samping itu, persoalan orang kaya dan rakyat jelata juga dengan jelas digambarkan.

Paruh pertama 2022, AnonAwam.

No comments:

Post a Comment